Penulis : Ibnu Daqiqil 'Ied
Terjemah : Muhammad Thalib (Media Hidayah Yogyakarta)
BERKATA YANG BAIK ATAU DIAM
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa Sallam telah bersabda : "Barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan
tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka
hendaklah ia memuliakan tamunya".
(HR. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan :
Kalimat "barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat",
maksudnya adalah barang siapa beriman dengan keimanan yang sempurna, yang
(keimanannya itu) menyelamatkannya dari adzab Allah dan membawanya
mendapatkan ridha Allah, "maka hendaklah ia berkata baik atau diam" karena
orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentu dia takut
kepada ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh-sungguh
melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Yang terpenting dari
semuanya itu ialah mengendalikan gerak-gerik seluruh anggota badannya
karena kelak dia akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan semua anggota
badannya,
sebagaimana tersebut pada firman Allah :
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya kelak pasti akan
dimintai tanggung jawabnya". (QS. Al Isra' : 36)
dan firman-Nya:
"Apapun kata yang terucap pasti disaksikan oleh Raqib dan 'Atid". (QS.
Qaff : 18)
Bahaya lisan itu sangat banyak. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
juga bersabda:
"Bukankah manusia terjerumus ke dalam neraka karena tidak dapat
mengendalikan lidahnya".
Beliau juga bersabda :
"Tiap ucapan anak Adam menjadi tanggung jawabnya, kecuali menyebut nama
Allah, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah kemungkaran".
Barang siapa memahami hal ini dan beriman kepada-Nya dengan keimanan yang
sungguh-sungguh, maka Allah akan memelihara lidahnya sehingga dia tidak
akan berkata kecuali perkataan yang baik atau diam.
Sebagian ulama berkata: "Seluruh adab yang baik itu bersumber pada empat
Hadits, antara lain adalah Hadits "barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam". Sebagian
ulama memaknakan Hadits ini dengan pengertian; "Apabila seseorang ingin
berkata, maka jika yang ia katakan itu baik lagi benar, dia diberi pahala.
Oleh karena itu, ia mengatakan hal yang baik itu. Jika tidak, hendaklah
dia menahan diri, baik perkataan itu hukumnya haram, makruh, atau mubah".
Dalam hal ini maka perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan
atau dianjurkan untuk dijauhi Karena takut terjerumus kepada yang haram
atau makruh dan seringkali hal semacam inilah yang banyak terjadi pada
manusia.
Allah berfirman :
"Apapun kata yang terucapkan pasti disaksikan oleh Raqib dan 'Atid".
(QS.Qaaf : 18)
Para ulama berbeda pendapat, apakah semua yang diucapkan manusia itu
dicatat oleh malaikat, sekalipun hal itu mubah, ataukah tidak dicatat
kecuali perkataan yang akan memperoleh pahala atau siksa. Ibnu 'Abbas dan
lain-lain mengikuti pendapat yang kedua. Menurut pendapat ini maka ayat di
atas berlaku khusus, yaitu pada setiap perkataan yang diucapkan seseorang
yang berakibat orang tersebut mendapat pembalasan.
Kalimat "hendaklah ia memuliakan tetangganya...., maka hendaklah ia
memuliakan tamunya" , menyatakan adanya hak tetangga dan tamu, keharusan
berlaku baik kepada mereka dan menjauhi perilaku yang tidak baik terhadap
mereka. Allah telah menetapkan di dalam Al Qur'an keharusan berbuat baik
kepada tetangga dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
"Jibril selalu menasehati diriku tentang urusan tetangga, sampai-sampai
aku beranggapan bahwa tetangga itu dapat mewarisi harta tetangganya".
Bertamu itu merupakan ajaran Islam, kebiasaan para nabi dan orang-orang
shalih. Sebagian ulama mewajibkan menghormati tamu tetapi sebagian besar
dari mereka berpendapat hanya merupakan bagian dari akhlaq yang terpuji.
Pengarang kitab Al Ifshah mengatakan : "Hadits ini mengandung hukum,
hendaklah kita berkeyakinan bahwa menghormati tamu itu suatu ibadah yang
tidak boleh dikurangi nilai ibadahnya, apakah tamunya itu orang kaya atau
yang lain. Juga anjuran untuk menjamu tamunya dengan apa saja yang ada
pada dirinya walaupun sedikit. Menghormati tamu itu dilakukan dengan cara
segera menyambutnya dengan wajah senang, perkataan yang baik, dan
menghidangkan makanan. Hendaklah ia segera memberi pelayanan yang mudah
dilakukannya tanpa memaksakan diri". Pengarang juga menyebutkan perkataan
dalam menyambut tamu.
Selanjutnya ia berkata : Adapun sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam
"maka hendaklah ia berkata baik atau diam" , menunjukkan bahwa perkatan
yang baik itu lebih utama daripada diam, dan diam itu lebih utama daripada
berkata buruk. Demikian itu karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam dalam sabdanya menggunakan kata-kata "hendaklah untuk berkata
benar" didahulukan dari perkataan "diam". Berkata baik dalam Hadits ini
mencakup menyampaikan ajaran Allah dan rasul-Nya dan memberikan pengajaran
kepada kaum muslim, amar ma'ruf dan nahi mungkar berdasarkan ilmu,
mendamaikan orang yang berselisih, berkata yang baik kepada orang lain.
Dan yang terbaik dari semuanya itu adalah menyampaikan perkataan yang
benar di hadapan orang yang ditakuti kekejamannya atau diharapkan
pemberiannya
Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuhu,
0 komentar:
Posting Komentar